Apabila Iman Sudah Benar #2

Pertama: Muhasabah Diri

Oleh: Abdullah bin Fahd As-Salum



Apabila iman sudah benar, maka hamba itu akan muhasabah dirinya sendiri, menjaga diri, mengekang nafsunya dan mematahkan ambisinya, dan mendorong dirinya dalam perjalanannya untuk bersegera menuju persaingan, kemuliaan, kemajuan, dan tampil menonjol di atas orang lain serta menjelaskan pentingnya dirinya, perannya, dan kebutuhan manusia akan kehadirannya.


Tidaklah keikhlasan melemah dan riya' merajalela, serta tidaklah iri hati dan kedzaliman datang, melainkan disebabkan oleh pengabaian jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan (an-Nafs al-Ammarah bis-Su'), dan membiarkannya meraih syahwatnya dalam hal harta, kepemimpinan, pujian, dan kesombongan. Maka, jadilah bagi dirimu sendiri sebagai penahan dan pencegah, jadilah pelindung dan penghalang baginya. Karena diri (jiwa) adalah pusat perhatian dan tuduhan, ia adalah awal dan akhir bagi kemenangan dan taufik (petunjuk dari Allah) atau kerugian dan kegagalan. Ia adalah tempat bergantungnya kesungguhan, amal, dan kemenangan yang jelas, atau gerbang kemalasan dan kelesuan. Ia adalah jalan bagi cita-cita yang luhur dan tekad yang tinggi, atau jalan kehancuran dan kebinasaan. Maka, barangsiapa yang benar keimanannya, ia akan mengetahui bahwa musuh sejatinya yang pertama adalah dirinya sendiri. Jika ia berhasil mengalahkan dirinya, maka ia akan mengalahkan kekuatan apa pun dan memenangkan setiap pertempuran, serta selamat dari kebinasaan.


Allah Ta'ala berfirman:


اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)


وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ

“Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri.” (Asy-Syura: 30)


Hasan Al-Bashri berkata: “Tidaklah kamu akan mendapati seorang mukmin melainkan ia muhasabah dirinya: "Apa yang aku niatkan dengan makananku? Apa yang aku niatkan dengan minumanku?" Sedangkan orang fasik terus melangkah maju tanpa peduli”. Setiap muslim mengetahui bahwa wajib baginya untuk salat, puasa, haji, zakat, dan beribadah dengan setiap ibadah yang murni hanya untuk Allah. Lalu, apa yang mengurangi ibadah? Apa yang merusaknya? Dan apa yang menghilangkan ruh dan kekhusyukan ibadah? Sesungguhnya, di antara hal yang paling menonjol dari itu semua adalah nafsu (jiwa/diri) yang menoleh ke sana kemari, tidak sabar, dan tidak puas hanya dengan diketahui oleh Allah saja tentang amalnya. Ia tidak cukup dengan itu, bahkan ingin agar manusia mengetahui dan mengenalinya.