Pertama: Muhasabah Diri
Oleh: Abdullah bin Fahd As-Salum
Apabila iman sudah benar, maka
hamba itu akan muhasabah dirinya sendiri, menjaga diri, mengekang nafsunya dan
mematahkan ambisinya, dan mendorong dirinya dalam perjalanannya untuk bersegera
menuju persaingan, kemuliaan, kemajuan, dan tampil menonjol di atas orang lain serta
menjelaskan pentingnya dirinya, perannya, dan kebutuhan manusia akan
kehadirannya.
Tidaklah keikhlasan melemah dan
riya' merajalela, serta tidaklah iri hati dan kedzaliman datang, melainkan
disebabkan oleh pengabaian jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan (an-Nafs
al-Ammarah bis-Su'), dan membiarkannya meraih syahwatnya dalam hal harta,
kepemimpinan, pujian, dan kesombongan. Maka, jadilah bagi dirimu sendiri
sebagai penahan dan pencegah, jadilah pelindung dan penghalang baginya. Karena
diri (jiwa) adalah pusat perhatian dan tuduhan, ia adalah awal dan akhir bagi
kemenangan dan taufik (petunjuk dari Allah) atau kerugian dan kegagalan. Ia
adalah tempat bergantungnya kesungguhan, amal, dan kemenangan yang jelas, atau
gerbang kemalasan dan kelesuan. Ia adalah jalan bagi cita-cita yang luhur dan
tekad yang tinggi, atau jalan kehancuran dan kebinasaan. Maka, barangsiapa yang
benar keimanannya, ia akan mengetahui bahwa musuh sejatinya yang pertama adalah
dirinya sendiri. Jika ia berhasil mengalahkan dirinya, maka ia akan mengalahkan
kekuatan apa pun dan memenangkan setiap pertempuran, serta selamat dari
kebinasaan.
Allah Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri." (QS. Ar-Ra'd:
11)
وَمَآ اَصَابَكُمْ
مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ
“Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena
perbuatan tanganmu sendiri.” (Asy-Syura:
30)
Hasan Al-Bashri berkata: “Tidaklah kamu akan
mendapati seorang mukmin melainkan ia muhasabah dirinya: "Apa yang
aku niatkan dengan makananku? Apa yang aku niatkan dengan minumanku?"
Sedangkan orang fasik terus melangkah maju tanpa peduli”. Setiap muslim
mengetahui bahwa wajib baginya untuk salat, puasa, haji, zakat, dan beribadah
dengan setiap ibadah yang murni hanya untuk Allah. Lalu, apa yang mengurangi
ibadah? Apa yang merusaknya? Dan apa yang menghilangkan ruh dan kekhusyukan
ibadah? Sesungguhnya, di antara hal yang paling menonjol dari itu semua adalah nafsu
(jiwa/diri) yang menoleh ke sana kemari, tidak sabar, dan tidak puas hanya
dengan diketahui oleh Allah saja tentang amalnya. Ia tidak cukup dengan itu,
bahkan ingin agar manusia mengetahui dan mengenalinya.