Apabila Iman Sudah Benar #7

Kelima: Persembahkan Hidupmu di Jalan Allah

Oleh: Abdullah bin Fahd As-Salum 




Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz berkata: “Hidup di jalan Allah (dengan beramal) itu lebih agung daripada mati di jalan Allah, jika imannya benar.”


(Hal ini terwujud ketika) seorang hamba tulus dalam mencari keridhaan Tuhannya dan menempuh setiap jalan yang dapat mengantarkannya kepada-Nya. Ia pun menyadari bahwa istirahat dan ketenangan jiwa yang sejati, insya Allah, hanya ada di surga kelak.


Sebab, dunia ini adalah negeri untuk berkorban, beramal, bersungguh-sungguh, dan berjuang bagi orang-orang yang tulus; yang hati mereka senantiasa bergejolak (untuk berbuat baik), tidak pernah tenang dan tidak akan berhenti beramal sebelum datangnya kematian.


Orang yang bersemangat (dalam beribadah) tidak hanya menempuh satu jalan untuk sampai kepada Tuhannya. Sebaliknya, ia adalah seorang mujahid yang melepaskan “panahnya” di setiap jalan kebaikan, berpindah-pindah di antara berbagai amalan.


Ia akan berada di antara aktivitas menuntut ilmu, shalat, sedekah, dakwah, zikir, jihad, berbuat baik kepada sesama makhluk, haji, puasa, sabar, dan (tabah dalam) penderitaan.


Inilah keadaannya, tidak terpaku pada satu cara atau satu amalan saja, sehingga ia (tidak akan) berkata, “Inilah jalanku dan spesialisasiku.”


Rasulullah ï·º bersabda:

Ù„َÙ†ْ ÙŠَØ´ْبَعَ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٌ Ù…ِÙ†ْ Ø®َÙŠْرٍ ÙŠَسْÙ…َعُÙ‡ُ Ø­َتَّÙ‰ٰ ÙŠَÙƒُونَ Ù…ُÙ†ْتَÙ‡َاهُ الْجَÙ†َّØ©َ

“Seorang mukmin tidak akan pernah merasa kenyang dari kebaikan yang didengarnya, hingga puncaknya adalah surga.”[1]


Orang yang tulus (imannya) tidak akan terhalangi oleh ego, kedudukan, jabatan, ataupun penampilannya untuk memberi makan orang miskin atau mengetuk pintu (rumah) untuk menolong mereka yang sedang kesusahan.


(Ia juga tidak akan terhalangi) untuk mengunjungi seseorang dari kalangan biasa yang ahli zikir, atau untuk mengusap kepala anak yatim, atau memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.


Benar, egonya yang selalu ingin dihormati, yang takut wibawanya jatuh, dan yang hanya ingin bergaul dengan orang-orang terpandang tidak akan menghalanginya. Ilmunya dan kehormatannya di mata manusia pun tidak akan mencegahnya (melakukan kebaikan-kebaikan itu), selama yang ia cari adalah ridha Allah.


Justru, setiap kali orang yang tulus itu bertambah ilmunya, akan semakin bertambah pula rasa takutnya kepada Allah, semakin ia merasa dirinya hina, dan semakin besar semangatnya untuk menebar kebaikan dan kebajikan. Pengenalannya terhadap Tuhannya Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi pun akan semakin dalam.


Maka, lihatlah ke dalam dirimu, jangan sampai engkau jadikan waktumu seluruhnya hanya untuk bersenang-senang dan melakukan hal-hal mubah yang biasa, atau untuk perjalanan dan liburan yang sekadar untuk bersantai dan tanpa tujuan, atau untuk pertemuan-pertemuan yang di baliknya tidak ada manfaat yang bisa mendekatkanmu kepada Tuhanmu.


Dan berpalinglah sekali lagi (untuk merenung), agar engkau jadikan seluruh waktumu di jalan Allah. Gerakkanlah hatimu dengan (meneladani) apa yang para pendahulu kita yang saleh jalani, yaitu sebuah pergerakan dinamis antara (menuntut) ilmu, jihad, dakwah, dan meninggalkan kemalasan.


Karena, seorang yang positif dan produktif adalah ia yang lebih banyak lelah daripada beristirahat, lebih banyak memberi daripada menerima, dan lebih banyak bekerja daripada berbicara.


Janganlah menjalani hidup di dunia ini seperti kehidupan orang-orang yang merasa aman dalam kemewahan, naungan yang teduh, air yang sejuk, dan suasana yang nyaman. Tidak, sungguh (kehidupan dunia) ini adalah perjuangan.


Ketahuilah, jika seluruh fokus dan amalmu berada di jalan Allah, maka ini adalah pertanda kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka, bergembiralah dengan kegembiraan yang sebesar-besarnya, karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan (kemampuan untuk) melakukan kebaikan kecuali kepada orang yang Dia cintai.


Inilah yang disebut taufik. Zikir, membaca Al-Qur'an, jihad, shalat, zakat, puasa, haji, dakwah, dan seluruh ketaatan; semua itu telah diharamkan (tidak dapat dikerjakan) oleh orang-orang yang merugi dan terhalang (dari rahmat), dan Allah memberikannya kepada siapa yang Dia cintai dan Dia beri taufik.


Allah telah memberi mereka hidayah, menerangi hati mereka, dan melapangkannya untuk (menerima) keimanan. Maka, mintalah kepada Tuhanmu petunjuk, taufik, pertolongan, penerimaan (amal), dan keteguhan.


Telah dikatakan (dalam sebuah ungkapan): “Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Sang Raja (Allah), maka lihatlah pada amalan apa Dia menyibukkanmu.”



[1] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan nomor (2610), dan beliau berkata: “Hadits ini hasan gharib.”