Kelima: Persembahkan Hidupmu di Jalan Allah
Oleh: Abdullah bin Fahd As-Salum
Asy-Syaikh
Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz berkata: “Hidup di jalan Allah (dengan beramal)
itu lebih agung daripada mati di jalan Allah, jika imannya benar.”
(Hal ini
terwujud ketika) seorang hamba tulus dalam mencari keridhaan Tuhannya dan
menempuh setiap jalan yang dapat mengantarkannya kepada-Nya. Ia pun menyadari
bahwa istirahat dan ketenangan jiwa yang sejati, insya Allah, hanya ada di
surga kelak.
Sebab,
dunia ini adalah negeri untuk berkorban, beramal, bersungguh-sungguh, dan
berjuang bagi orang-orang yang tulus; yang hati mereka senantiasa bergejolak
(untuk berbuat baik), tidak pernah tenang dan tidak akan berhenti beramal
sebelum datangnya kematian.
Orang yang
bersemangat (dalam beribadah) tidak hanya menempuh satu jalan untuk sampai
kepada Tuhannya. Sebaliknya, ia adalah seorang mujahid yang melepaskan “panahnya”
di setiap jalan kebaikan, berpindah-pindah di antara berbagai amalan.
Ia akan
berada di antara aktivitas menuntut ilmu, shalat, sedekah, dakwah, zikir,
jihad, berbuat baik kepada sesama makhluk, haji, puasa, sabar, dan (tabah
dalam) penderitaan.
Inilah
keadaannya, tidak terpaku pada satu cara atau satu amalan saja, sehingga ia
(tidak akan) berkata, “Inilah jalanku dan spesialisasiku.”
Rasulullah
ï·º bersabda:
Ù„َÙ†ْ
ÙŠَØ´ْبَعَ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٌ Ù…ِÙ†ْ Ø®َÙŠْرٍ ÙŠَسْÙ…َعُÙ‡ُ ØَتَّÙ‰ٰ ÙŠَÙƒُونَ Ù…ُÙ†ْتَÙ‡َاهُ الْجَÙ†َّØ©َ
“Seorang
mukmin tidak akan pernah merasa kenyang dari kebaikan yang didengarnya, hingga
puncaknya adalah surga.”[1]
Orang yang tulus (imannya) tidak
akan terhalangi oleh ego, kedudukan, jabatan, ataupun penampilannya untuk
memberi makan orang miskin atau mengetuk pintu (rumah) untuk menolong mereka
yang sedang kesusahan.
(Ia juga tidak akan terhalangi)
untuk mengunjungi seseorang dari kalangan biasa yang ahli zikir, atau untuk
mengusap kepala anak yatim, atau memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
Benar,
egonya yang selalu ingin dihormati, yang takut wibawanya jatuh, dan yang hanya
ingin bergaul dengan orang-orang terpandang tidak akan menghalanginya. Ilmunya
dan kehormatannya di mata manusia pun tidak akan mencegahnya (melakukan
kebaikan-kebaikan itu), selama yang ia cari adalah ridha Allah.
Justru,
setiap kali orang yang tulus itu bertambah ilmunya, akan semakin bertambah pula
rasa takutnya kepada Allah, semakin ia merasa dirinya hina, dan semakin besar
semangatnya untuk menebar kebaikan dan kebajikan. Pengenalannya terhadap
Tuhannya Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi pun akan semakin dalam.
Maka,
lihatlah ke dalam dirimu, jangan sampai engkau jadikan waktumu seluruhnya hanya
untuk bersenang-senang dan melakukan hal-hal mubah yang biasa, atau untuk
perjalanan dan liburan yang sekadar untuk bersantai dan tanpa tujuan, atau
untuk pertemuan-pertemuan yang di baliknya tidak ada manfaat yang bisa
mendekatkanmu kepada Tuhanmu.
Dan
berpalinglah sekali lagi (untuk merenung), agar engkau jadikan seluruh waktumu
di jalan Allah. Gerakkanlah hatimu dengan (meneladani) apa yang para pendahulu
kita yang saleh jalani, yaitu sebuah pergerakan dinamis antara (menuntut) ilmu,
jihad, dakwah, dan meninggalkan kemalasan.
Karena,
seorang yang positif dan produktif adalah ia yang lebih banyak lelah daripada
beristirahat, lebih banyak memberi daripada menerima, dan lebih banyak bekerja
daripada berbicara.
Janganlah
menjalani hidup di dunia ini seperti kehidupan orang-orang yang merasa aman
dalam kemewahan, naungan yang teduh, air yang sejuk, dan suasana yang nyaman.
Tidak, sungguh (kehidupan dunia) ini adalah perjuangan.
Ketahuilah,
jika seluruh fokus dan amalmu berada di jalan Allah, maka ini adalah pertanda
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka, bergembiralah dengan kegembiraan yang
sebesar-besarnya, karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan (kemampuan
untuk) melakukan kebaikan kecuali kepada orang yang Dia cintai.
Inilah
yang disebut taufik. Zikir, membaca Al-Qur'an, jihad, shalat, zakat, puasa,
haji, dakwah, dan seluruh ketaatan; semua itu telah diharamkan (tidak dapat
dikerjakan) oleh orang-orang yang merugi dan terhalang (dari rahmat), dan Allah
memberikannya kepada siapa yang Dia cintai dan Dia beri taufik.
Allah
telah memberi mereka hidayah, menerangi hati mereka, dan melapangkannya untuk
(menerima) keimanan. Maka, mintalah kepada Tuhanmu petunjuk, taufik,
pertolongan, penerimaan (amal), dan keteguhan.
Telah dikatakan (dalam sebuah ungkapan): “Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Sang Raja (Allah), maka lihatlah pada amalan apa Dia menyibukkanmu.”
[1] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan nomor (2610), dan beliau berkata: “Hadits ini hasan gharib.”
