Kedua: Keyakinan Dalam Kehidupan Dunia
Oleh: Abdullah bin Fahd As-Salum
Apabila iman sudah benar, maka
dunia akan terlihat kecil di mata seorang mukmin dan di hatinya, ia akan
berzuhud padanya, menganggapnya remeh, dan mengetahui bahwa dunia adalah
penyihir yang memikat hati dan penipu yang telah memperdaya banyak orang.
Seorang mukmin mengetahui bahwa mencintai dunia adalah pangkal dari segala
dosa, dan bahwa dunia hanyalah kesenangan murahan, kotor, dan fana. Betapapun
dunia datang menghampiri, ia akan pergi; dan betapapun ia memberi, ia akan
memiskinkan.
Betapapun ia mengumpulkan, ia akan
mencerai-beraikan. Ia adalah negeri keburukan, kesedihan, penyakit, musibah,
dan kesengsaraan. Barang siapa yang imannya benar dan hatinya lurus, ia tidak
akan bergantung padanya dan tidak akan merugi karenanya. Dunia adalah rumah
bagi mereka yang tidak memiliki rumah dan harta bagi mereka yang tidak memiliki
harta, dan yang mengumpulkannya adalah orang yang tidak berakal. Keamanannya
bercampur dengan ketakutan, kesehatannya dengan penyakit, dan peningkatannya
dengan kekurangan.
Ketika dunia menempati hati sebagian besar umat
Islam, mereka menjadi mencintai dan membenci karena dunia, mereka bekerja keras
dan bersaing untuknya, dan mereka menghabiskan pagi dan sore mereka untuknya.
Ketika mereka demikian, perhatian terhadap akhirat menjadi lemah di hati dan
hari yang dijanjikan terlupakan. Akibatnya, pengaruh nasihat menjadi lemah,
perenungan dan tadabbur Al-Qur'an berkurang, dan persiapan untuk berdiri di
hadapan Allah terlupakan, karena dunia telah menutupi hati dan pikiran serta nafsu
syahwatnya telah mendominasi segala perhatian.
Maka barang siapa yang imannya benar, ia tidak akan
tertipu oleh dunia, ia mengambil darinya untuk akhiratnya, dan dunia tidak
mengambil darinya. Ia mengetahui bahwa setiap hari dunia memanggilnya dan
berkata: (Wahai anak Adam, aku adalah hari yang baru dan aku adalah saksi
bagimu)[1]
Aku akan meninggalkanmu tanpa kembali, maka titipkanlah kepadaku apa yang
engkau kehendaki dari kebaikan atau keburukan.
Allah Ta'ala berfirman memberitakan tentang hakikat
dunia:
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا
الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ
فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ
“Ketahuilah bahwa
kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling
bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan
anak keturunan.”
(Al-Hadid: 20)
Imam Asy-Syafi’I rahimahullah
berkata,
وَسِيقَ إِلَيْنَا عَذْبُهَا وَعَذَابُهَا |
وَمَنْ يَذُقِ الدُّنْيَا فَإِنِّي طَعِمْتُهَا |
عَلَيْهَا كِلَابٌ هَمُّهُنَّ اجْتِذَابُهَا |
وَمَا هِيَ إِلَّا جِيفَةٌ مُسْتَحِيلَةٌ |
وَإِنْ تَجْتَذِبْهَا نَازَعَتْكَ كِلَابُهَا |
فَإِنْ تَجَنَّبْتَهَا كُنْتَ سِلْمًا لِأَهْلِهَا |
“Barang siapa yang merasakan dunia, maka sungguh
aku telah merasakannya, Dan dibawa kepada kami kelezatannya dan juga siksanya.
Ia tidak lain hanyalah bangkai yang membusuk, Di sekelilingnya anjing-anjing
yang tujuannya adalah menariknya (memperebutkannya). Maka jika engkau
menjauhinya, engkau akan selamat bagi pemiliknya (dirimu sendiri). Dan jika
engkau tertarik padanya, maka anjing-anjing itu akan merebutnya darimu.”
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Di antara siksaan yang paling pedih di dunia
adalah tercerai-berainya keluarga, terpecah-belahnya hati, dan kemiskinan yang
selalu ada di depan mata seorang hamba dan tidak pernah meninggalkannya. Andai
bukan karena mabuknya para pencinta dunia dengan kecintaannya, niscaya mereka
akan meminta pertolongan dari siksaan ini, meskipun sebagian besar dari mereka
terus-menerus mengeluh dan berteriak karenanya.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia
berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى : ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى ،
وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِنْ لَا تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا ، وَلَمْ
أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: ‘Wahai
anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan
penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku akan tutupi kemiskinanmu. Dan jika engkau
tidak melakukannya, Aku akan penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan, dan Aku
tidak akan menutupi kemiskinanmu’.” (HR. Tirmidzi no. 2390)
Beberapa ulama salaf berkata:
“Barang siapa mencintai dunia, hendaklah ia
mempersiapkan dirinya untuk menanggung musibah.” (Dan cinta dunia tidak terlepas dari tiga hal: kesedihan yang
senantiasa ada, kelelahan yang berkelanjutan, dan penyesalan yang tak kunjung
padam). Hal itu karena pencinta dunia tidak akan memperoleh sesuatu darinya
melainkan jiwanya akan selalu mendambakan yang lebih dari itu, sebagaimana
disebutkan dalam hadis sahih bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ
وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ
إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya anak Adam
memiliki dua lembah harta, niscaya ia akan mencari yang ketiga. Dan tidak ada
yang memenuhi rongga anak Adam melainkan tanah (kubur), dan Allah menerima
tobat orang yang bertobat.” (HR. Bukhari no. 5956)
Dan Al-Hasan Al-Bashri menulis surat kepada Umar
bin Abdul Aziz, di dalamnya ia berkata:
“Sungguh, dunia beserta kunci-kuncinya dan
perbendaharaannya telah ditawarkan kepada Nabi kita, namun hal itu tidak
mengurangi sedikitpun di sisi Allah sehelai sayap nyamuk. Maka bagaimana
mungkin ia menerimanya dengan senang hati, sedangkan ia membenci apa yang
dibenci oleh Penciptanya atau mengangkat apa yang direndahkan oleh Rajanya? Dia
(Allah) memberikan dunia kepada musuh-musuh-Nya sebagai cobaan, lalu orang yang
tertipu mengira bahwa Dia (Allah) telah memuliakannya karena dunia, dan ia lupa
akan apa yang Allah Azza wa Jalla perbuat terhadap Rasul-Nya ketika ia
mengikatkan batu di perutnya.” [2]